Selasa, 12 September 2017

(who)man

Suatu cerita pada hari Kamis, 7 September 2017 di sebuah renungan yang terlintas begitu dalam. Cerita dari seorang yang berjuang menjadi seorang ksatria sejati.

Setelah membagikan gaji kepada karyawan, aku membuat laporan pengembalian sisa uang ke ruangan keuangan. Disana aku duduk di sebuah kursi, dengan pegawai keuangan. Saat itu jam menunjukkan pukul 18.30 WIB. Kemudian masuk seorang pria bertubuh besar, nampak seperti seorang pekerja otot, muka seram, nanya ke pegawai keuangan, mau mengambil gaji karena sudah kemalaman, lalu dibilang pegawai keuangan, team yang membagikan gaji dia masih di luar, team terakhir yang belum melapor ke keuangan. Terlintas pikiran saya tentang laki-laki itu yang muka seram, pemalas sampai-sampai ambil gaji saja terakhir datang.

Setelah dari kantor, saya pulang ke rumah. Tanpa mandi dan ganti pakaian, saya bersama teman-teman kerja pergi ke pasar pekananan. Yaitu pasar yang buka di lapangan dekat rumah, yang buka setiap sebulan sekali ketika tanggal gajian karyawan. Kami berjalan kaki menuju pasar. Di pasar yang sebulan sekali ini lah kami bisa merasakan keramaian, untuk menghilangkan stres sejenak.

Aku berjalan menyusuri pasar dari ujung menuju ujung, sambil melihat kanan kiri yang berjualan makanan. Ketika ada yang berjualan makananan jajajanan ringan, berhenti bentar untuk mencicipi sedikit.

Ketika sampai di ujung, kami pun berhenti di sebuah warung. Kami duduk, dan ketika aku duduk ternyata di depan meja kami ada seorang laki-laki yang ketemu di kantor tadi. Dia membeli bakso dan menyuapi anaknya, dengan penuh kasih sayang. Seperti terlihat gambar di bawah ini.




Terharu sejenak aku melihat laki-laki itu dengan sabar menyuapi anaknya. Mukanya yang seram dan ototnya yang besar berubah terlihat seperti seorang ksatria sejati. Dapat aku simpulkan sendiri apa itu cinta. Menurutku, cinta adalah ketika kita bahagia melihat seseorang bahagia, biarpun kita tidak tahu apakah dia bahagia dengan kita.

Cerita tentang seorang pria, ayahku meninggal ketika aku berusia 7 tahun, ketika itu aku kelas 2 SD. Ketika aku berusia 23 tahun seperti sekarang ini, aku dulu tak tahu kalau jalan hidupku akan jadi seperti sekarang ini. Andai ayahku masih ada, mungkin jalan hidupku tidak seperti ini. Tapi aku yakin, ini adalah jalan yang terbaik yang dituliskan oleh Tuhan. Mungkin jika ayahku masih ada, hidupku tak lebih baik dari seperti sekarang ini.

Makanya aku terus berusaha berjuang demi keluargaku sekarang dan keluarga kecil ku nanti. Aku berusaha untuk menjadi seorang ksatria sejati.